Rabu, 02 Juli 2008

STRATEGI IKLAN PRIVAT / PRIVATE ADVERTISMENT

Dengan semakin menjamurnya usaha-usaha baru yang berdiri di kota Solo menjadikan suasana persaingan usaha juga semakin kompetitif. Hal ini ditandai semakin maraknya berbagai media promosi seperti baliho, street banner, poster, billboard dsb, yang meramaikan tempat-tempat strategis atau tempat-tempat yang ramai (crowded) dilalui dan dikunjungi orang. Sehingga menjadikan di sepanjang jalan protocol dan perempatan menjadi ajang promosi yang ramai, bahkan di sekitar pasar dan mall-pun tak luput dari ajang perebutan perhatian public (promosi/iklan) baik di luar (out door) maupun didalam ruang (in door).

Permasalahan timbul, dari sekian banyaknya media promosi yang saat ini telah berjubel adakah yang benar-benar dapat perhatian dari public? Apakah media-media itu dapat berkomunikasi secara efektif terhadap target / segment public yang di sasar? Apakah media-media ini benar-benar di tempat yang strategis? Apakah tempat strategis itu? Pertanyaa-pertanyaan ini kini semakin menjadi focus yang akan di bahas dan renungkan.

Seperti yang kita ketahui, di kota-kota besar bahkan termasuk di kota Solo, pemandangan kota telah di penuhi oleh berbagai media iklan. Hampir setiap jengkal jalan-jalan, perempatan-perempatan dan semua tempat yang dianggap strategis penuh dengan promosi dari berbagai perusahaan. Ini menjadikan masyarakat menjadi semakin banyak dijejali oleh berbagai informasi seperti produk atau jasa yang di tawarkan oleh banyak perusahaan, dengan tujuan hanya untuk mendapat perhatian dan mendapatkan tempat dalam pikiran mereka, sehingga merek, informasi atau penawaran mereka ter-memorized dan terpersepsi dalam pikiran masayarakat. Kita tentu tahu Pepsodent itu adalah merek pasta gigi, lifebuoy itu merek sabun mandi anti septik, coca cola itu minuman ringan, Aqua itu minuman mineral dan merek-merek terkenal lainnya begitu mudahnya dapat kita ingat dan terpersepsi secara tepat, sehingga secara tidak sadar kita menyebutkan merek-merek tersebut bila kita hendak membeli kebutuhan akan produk-produk tersebut. Mengapa merek-merek tersebut bisa begitu familiarnya dalam kehidupan kita? Jawabnya tentu saja karena merek-merek itu telah berbicara dan berkomunikasi secara tepat dan efektif pada khalayak sasarannya. Komunikasi yang tepat dan efektif adalah berkomunikasi secara jernih. Jernih dalam arti kata focus pada pesan yang hendak di sampaikan, focus pada segment pasar serta menggunakan bahasa yang dipahami oleh target konsumen, berbicara di tempat dimana dapat menjangkau mereka berada dan memiliki nilai (value) berharga bagi mereka.

Menurut hokum Gossen (hukum kepuasan) di ibaratkan bahwa sewaktu kita haus, maka gelas pertama yang kita minum memiliki tingkat kepuasan tertinggi dari pada gelas-gelas minuman berikutnya. Hal ini juga terjadi pada media periklanan, dengan merebaknya jumlah media iklan, menjadikannya semakin berkurang pengaruhnya. Karna masyarakat menjadi “tuli” dan semakin tidak peka terhadap media-media iklan yang di pasang. Mengapa bisa terjadi demikian? Jawabnya tentu saja masyarakat kita mulai “beradaptasi”, dengan kata lain sudah terbiasa dan menjadi “barang pasaran” (komoditas). Bisa di umpamakan iklan itu seperti orang yang ingin mengajak kita berbicara, nah jika yang mengajak bicara itu satu atau dua orang mungkin masih kita bisa mengerti apa yang mereka bicarakan, tetapi apa jadinya bila yang mengajak kita bicara itu sepuluh bahkan sampai ratusan orang yang ngomong ke kita secara bersamaan? Tentu saja kita tidak dapat mengerti apa yang di bicarakan bahkan membuat kita bingung juga merasa terganggu, dan jalan yang diambil adalah cuekin aja omongan mereka! Memang beberapa taktik seperti menciptakan stoping power telah di lakukan para praktisi periklanan, seperti penggunaan psikologi warna yang mencolok, bentuk, ukuran yang berbeda toh tetap saja akhirnya tenggelam, karena tentu saja taktik ini segera di tiru yang lainnya.

Oleh karena itu perlunya kita memikirkan ulang apa dan bagaimana iklan itu menjadi efektif dan tepat dan juga mengkaji ulang arti “tempat strategis” seperti yang di gembar-gemborkan oleh pengusaha media placement.


Berpikir seperti konsumen

Seperti yang pernah dilakukan para detektif kepolisian dalam mengungkap suatu kasus kejahatan yang rumit, mereka menggunakan psikologi pemikiran terbalik dimana para detektif mengandaikan dirinya atau memposisikan dirinya sebagai pelaku kejahatan (penjahat), sehingga dengan berpikir dan berimajinasi seperti jiwa para pelaku kejahatanan diharapakan dapat memahami motif dan pola dari perilaku kejahatan pelaku kejahatan. Dalam dunia pemasaran maupun advertising-pun menggunakan metode yang hampir sama, yaitu untuk dapat menjual sesuatu atau menawarkan sesuatu biar dapat diterima dengan baik oleh target konsumen yang disasar tentu perlu memahami cara berpikir, menangkap aspirasi, harapan,mimpi bahkan gaya hidup target konsumen yang disasar. Dengan demikian kita bisa mengetahui cara untuk berkomunikasi secara efektif dengan para target konsumen.


Bertemu empat mata

Dalam suatu hubungan pertemanan kita kadang memiliki teman yang yang lebih dekat dari teman-teman yang lain. Hal ini karena mungkin adanya persamaan dalam prinsip, pola pikir, nasib, kejujuran dan dapat dipercaya yang memicu terjadinya hubungan yang intim dan akrab bahkan kadang dianggap seperti keluarga sendiri. Biasanya jumlah teman kita yang akrab ini jumlahnya sedikit, paling 1 – 2 orang. Orang yang sedang kita bicarakan ini adalah biasa kita sebut dengan sahabat. Dimanapun kita berada, baik itu dikampung, di sekolah, di tempat bekerja, di suatu klub dan sebagainya, pasti kita punya orang-orang seperti ini.

Mengapa ini bisa terjadi? Jawabnya, karena kita selalu bertemu secara empat mata dengan mereka dan memiliki nilai mengikat tertentu dari pertemanan itu. Kita tidak bisa menjadi sahabat meskipun memiliki persamaan-persamaan (nilai) yang pas, jika kita jarang bertemu, begitu juga sebaliknya meski kita sering bertemu tapi tidak memiliki nilai yang pas maka kitapun tidak bisa menjadi sahabat. Begitu juga dengan sebuah merk, jika merk itu bisa bertatap muka secara intim dan memiliki nilai positif di mata konsumen, maka merk itu sangat berarti bagi mereka. Tentu saja yang dimaksud intim adalah pertemuan yang bersifat privat atau empat mata dimana merk hadir ditempat-tempat yang tepat untuk bertemu dan ngobrol curhat dengan konsumennya. Dengan kata lain berada ditempat yang spesifik, focus, di ruang privasi sesuai dan menjangkau dengan psikografis segmen mereka. Inilah mungkin yang menjadi definisi baru tentang tempat strategis yaitu tempat dimana kita bisa berkomunikasi secara intim




Komunikasi yang jernih

Seperti yang di tuliskan diawal, nggak mungkin kita bisa memahami apalagi memberikan nilai apabila kita dibanjiri kata-kata yang berebut perhatian ditempat yang sumpek dan berjubel. Coba bayangkan saja anda pergi ke sebuah mall dan masuk ke food court untuk makan malam, sewaktu anda masuk di kawasan tersebut disitu sudah banyak orang telah menunggu kedatangan anda yang memakai baju seragam warna-warni bahkan mungkin ada yang memakai baju badut dan saling ngomong serta berebut perhatian dengan anda sambil memaksa memberikan selebaran dan mengajak supaya anda mau masuk ke kedai mereka dengan iming-iming yang beragam. Apa yang anda rasakan? Bagaimana, bila dibandingkan dengan ketika anda masuk sebuah kafe kecil yang ada di tempat keramaian kota, ketika anda datang masuk, seseorang telah menunggu anda dan membukakan pintu untuk anda datang menyambut anda dan kemudian mempersilahkan anda duduk kemudian memberikan buku menu makanan pada anda sambil tersenyum kemudian memberikan tawaran menu makanan terbaik pada anda di kafe itu. Apa kesan yang anda tangkap dari dua buah ilustrasi tadi di atas ? tentu anda akan lebih terkesan dengan yang disebut terakhir, dan anda akan mengingatnya tentu saja akan selalu kembali dan kembali lagi ketempat itu.

Inti dari iklan privat ad adalah tidak memaksa (calon) konsumen yang jadi sasaran untuk mendengarkan “ocehan” kita, karena tidak semua orang menginginkan untuk mendengarnya.

Akan lebih baik kita berbicara pada orang yang berjumlah sedikit tapi mau mendengarkan omongan kita, dari pada harus meneriaki telinga semua orang yang belum tentu mau mendengarkan omongan kita.


Tidak ada komentar: